Cerminan diri, ikhlaskah peduli kepada orang lain?



Terlepas dari ikhlas atau tidaknya seseorang menghargai, mengasihi, memahami, dan memperhatikan akan begitu bermakna bagi orang yang dituju. Terdengar naif jika berharap akan keikhlasan dari seseorang karena pada akhirnya tetap sama yaitu berdasarkan tujuan.

Sama halnya dengan tulisan ini, dalam setiap bait kata atau bahkan hurufnya kadang kala banyak tujuan terselip tak lepas pula untaian kalimatnya yang belum tentu kebenarannya. Karena bagi saya setiap huruf, kata, kalimat, dan bahkan paragraf terkadang banyak terselip tujuan-tujuan yang tidak saya tahu dan pahami.

Satu pertanyaan yang terlintas di kepala saya saat itu, “Apakah benar semua yang dilakukan orang disekitar adalah murni karena isi hati atau hanya sebuah tuntutan menjadi orang untuk yang lain?”. Sebenarnya pertanyaan itu bisa saya temukan ketika bercermin pada yang saya lakukan sendiri tapi untuk saat ini pertanyaan ini menjadi ular yang sering kali muncul dengan racunnya.

Ikhlas? Tentu saja kebenaran yang ingin saya cari ketika berhadapan dengan orang lain. Setiap tindakan yang akan saya ambil terkadang hasil dari pemikiran tunggal dari saya sendiri karena mengacu pada apakah ikhlas atau hanya demi tujuan tertentu (Bukan karena sang pencipta)?. Mencari keikhlasan saat melakukan sesuatu ternyata sangat sulit tidak seperti yang dibayangkan.

Ikhlas? Terlihat sangat lucu jika dipikirkan karena selama hidup 20 tahun tidak pernah saya temukan perhatian, ungkapan, ucapan, dan tindakan yang mengacu pada ‘ikhlas’ versi saya sendiri. Sehingga bisa dibilang semua yang ada dihadapan saya baik tindakan ataupun ucapan hanya sebatas karena ‘tujuan tertentu’. Sangat jahat dan akan menjadi alasan orang untuk bisa membenci saya pada saat membaca tulisan ini tapi ini keadaan yang sebenarnya.

Ketika orang melakukan sesuatu sering kali otak berpikir ‘Dia melakukan itu apakah benar-benar karena dirinya sendiri atau ada tujuan tertetu?’ karena ending- nya akan seperti yang sudah saya duga yaitu ada tujuan ‘karena’. Bagi saya itu menyakitkan dan seperti membenarkan bahwa jangan pernah mengharapkan keikhlasan dari seseorang karena semuanya punya tujuan masing-masing.

Ditambah lagi dengan banyaknya permainan dan ujian yang dibuat dengan sengaja untuk ‘menguji’ kepedulian atau rasa hormat dari seseorang. Satu hal yang saya tangkap pada saat itu adalah ‘saya membenci orang yang seringkali menguji kepedulian orang terhadap dirinya’ karena pada akhirnya akan sama yaitu ketidakpercayaan.

Kenapa malah bahas ujian-ujian yang memuakkan itu. Lebih baik membahas tujuan orang memperhatikan dan berusaha mengendalikan orang lain karena hal itu adalah yang sering membuat sakit hati dan saya pernah melakukannya. Apakah benar setiap tindakan dan ucapan seseorang ada tujuannya bukan karena niat dari diri sendiri? Mudah-mudahan salah.

Sebenarnya malas membahas terkait ikhlas dan kerisauan hati karena pada akhirnya akan tetap sama jadi apa gunanya speak up ? Hanya mengetahui psikologis dari orang lain dan akan dipergunakan untuk mengontrol emosinya untuk kepentingan pribadi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Coretan Cerita di Laut

🌻