Percakapan Kecil Antar Manusia

 


“Masa lalu telah selesai jadi apa yang kamu tunggu?,” tanya Mala dikala melihat sahabat masa kecilnya saat pikirannya dipenuhi dengan orang yang telah pergi untuk selamanya.


Dalam sekejap Tarisa sahabatnya merubah posisi duduk menghadap dirinya dan menyibukkan tangan dengan menyobek-nyobek tisu di atas meja. Sedangkan mata hitam legamnya melihat kearah tisu seakan-akan semua pikirannya bergantung pada bentuk tisu ditangannya.


“Iya benar, ia sudah pergi dan tidak mungkin kembali lagi. Tapi, kamu tahu sendiri bagaimana keadaan dan perasaanku sekarang. Kamu pasti tahu perasaanku saat melihat dan duduk di dekat nisannya tadi pagi. Aku bukan menunggu ia datang lagi tapi masih belum bisa melepas perasaanku dari setiap kenangan yang dibuat olehnya beberapa tahun belakangan ini,” jelas Tarisa dengan tangan meremas tisu yang sedang dipegangnya.


Mala menimpali dengan mata sayu melihat kearah sahabatnya. “Haruskah seperti ini sa? Senyummu sama tapi beda alasan. Kamu tersenyum bahkan tertawa dengan begitu ceria tapi saat membicarakan tentangnya, kamu malah menunduk dan menghancurkan tisu tidak bersalah itu,” ucapnya setelah melihat keadaan sahabatnya itu. Apa yang harus dilakukan? Pikir Mala.


“Mal, kamu tahu kan perasaanku saat ini? Hampa dan aku bingung harus berekspresi seperti apa saat ditanyakan tentang keadaanku setelah ia pergi. Aku boleh nangis mal? Aku ingin sekali nangis dan bilang kepada semua orang bahwa aku sedih bahkan sangat terpukul jika mengingat bahwa ia sudah tidak ada. Aku marah tapi apakah boleh marah pada mereka? Mereka menganggap aku sok kuat hanya karena sering tertawa padahal itu adalah bukti bahwa aku tidak kuat dan terlanjur sangat lemah. Aku harus apa? Menangis atau tertawa saja aku bingung’ ucap Tarisa saat mengetahui Mala melihatnya dengan mata sayu.


“Jangan melihatku seperti itu Mal, aku tidak semenyedihkan itu sampai kamu harus memperlihatkan empati lewat matamu. Aku masih sama tapi untuk sekarang biarkan aku seperti ini, boleh kan?,”pinta Tarisa dengan air mata yang sedetik saja akan terjun ke pipi mulusnya.


Mala hanya mengangguk dan memberikan senyuman yang diharapkan bisa mengurangi kekosongan perasaan sahabatnya. Namun, keheningan tercipta tatkala Tarisa termenung entah apa yang dipikirkan. Mata menatap lurus dengan kosong dan tangannya yang sejak tadi meremas tisu sekarang diam tak berkutik B. “Kenapa Tar? nangis aja itu akan lebih baik,' saran keluar dari mulut kecil Mala.


“Aku Cuma mengingat saat tadi kita berada di makamnya. Aku sedang berpikir apakah ia melihatku? Apakah ia merasakan kesedihanku? Apakah ia merasakan keadaanku tadi? Tapi aku tidak mau terlalu memikirkan itu. Jadi, aku berusaha menghilangkan pikiran itu agar kesedihan ini tidak berlanjut lagi. Aku baru memahami bahwa seandainya perasaan ini sudah ia ketahui, mungkin akan lebih menyakitkan lagi bagi keadaanku selanjutnya,”Jelas Tarisa dengan sedikit senyuman di bibir ranumnya.


Apa yang harus dilakukan Mala? Ia hanya diam dan sedikit lega karena akhirnya sahabat kecilnya mulai bisa membiasakan diri dengan ketidakhadiran sosok lelaki itu dan mencoba untuk tidak berharap akan kembalinya lagi.


“Aku boleh makan kan? Perutku lapar dari tadi ga makan gara-gara keburu pikiranku ruet lagi,” ucap Tarisa dengan tawa kemudian diiringi dengan lelucon kedua Sahabat itu.


Dasar gadis bodoh, pikir Mala


Tanpa diketahui keduanya, lelaki yang sangat dicintai Tarisa memandangnya dengan ekspresi sedikit sayu sekaligus senang. “Kamu kuat Tar, aku tahu perasaanmu dan terima kasih atas segala keceriaan yang kamu tunjukkan. Dan maaf, kucing yang aku janjikan sekarang tidak ada di genggamanmu mungkin karena Tuhan tahu bahwa keberadaan kucing itu akan membuatmu sedih setiap waktu jika mengingatku,” ungkapnya dalam sebersit angin.


Tarisa menyadari dan merasakan keberadaannya .“Maaf dan Terima Kasih,” ucap hati Tarisa diiringi dengan senyuman di bibirnya


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Coretan Cerita di Laut

🌻