Jangan Cerewet, Nanti Hilang

 



Kebanyakan orang mungkin pernah merasakan apa yang dinamakan beradaptasi dengan lingkungan baru,  dan pada saat "nyemplung" di lingkungan baru, pasti akan memunculkan rasa "kok gini?", karena ada perbedaan kultur dan kebiasaan dari daerah kita sebelumnya.

Perasaan "kok gini?" itulah yang pernah saya rasakan ketika berinteraksi dengan teman mahasiswa baru (Maba) saya yang berasal dari kabupaten Ngawi. Kecepatan berbicara dan juga ceplas-ceplos, ini membuat saya awalnya agak risih dan tidak mengerti apa yang ia katakan,  namun seiring berjalannya waktu,  lambat laun saya bisa mengerti tentang apa yang ia katakan.

Sebagian orang madura di daerah saya (red: Pamekasan) menganggap bahwa orang cerewet adalah orang yang sok kenal. sehingga tidak jarang pula orang madura kaku dalam menyapa orang baru, karena takut dianggap sebagai orang yang sok akrab atau cerewet.

Salah seorang psikolog anak dan keluarga bernama Anna Surti Ariani mengatakan, jika kecerewetan yang dimiliki oleh seseorang akan membantunya dalam proses bersosialisasi, karena memiliki kemampuan berinteraksi yang baik.

Ketika seseorang memiliki kemampuan berinteraksi yang baik, akan bisa memahami berbagai persoalan yang ada dalam lingkungan masyarakat. Mereka tidak akan segan untuk mengungkapkan kebenaran yang ada dalam masyarakat.

Cerewet bukan hanya soal berbicara dan berkomunikasi dengan ucapan tetapi bisa juga dalam bentuk sebuah karya sastra. Dalam sebuah karya sastra yang di tulis oleh penulis yang “cerewet” memiliki banyak sekali pengaruh bagi pemerintahan dan masyarakat. Hal ini dikarenakan, penulis tersebut mengerti dan berani menyampaikan kebenaran di suatu lingkungan dalam bentuk karya sastra.

Pramoedya Ananta Toer merupakan salah satu penulis karya sastra yang memiliki kecerewetan dalam setiap karya yang diciptkan. Hal itu  dikarenakan dalam karya sastranya banyak membahas tentang ketidakadilan.

“kecerewetan” Ananta Toer dalam karya yang ia ciptakan adalah sebuah bentuk kepedulian ia terhadap kehidupan masyarakat sekitar. Namun sayangnya, bangsa ini terlalu alergi pada orang-orang "cerewet" macam dia. "Kecerewetan" yang ia tuangkan dalam sebuah karya tersebut menjadi sebuah boomerang bagi dirinya sendiri yang harus dihilangkan secara paksa karena sering kali karya yang ia ciptakan bertentangan dengan keinginan penguasa.

Hal itulah mengapa orang yang cerewet seperti Pramoedya Ananta Toer sangat baik untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat, karena bisa membuat ketidakadilan memiliki porsi untuk bersuara, mungkin

Mengapa masih mengatakan “mungkin” karena kebanyakan orang yang cerewet dan peduli terhadap kesejahteraan umum seperti Pramoedya Ananta Toer, hanya akan dihilangkan secara paksa oleh orang yang merasa kekuasaannya akan terganggu. Sebut saja Widji Tukul,  Munir, bahkan Marsinah yang menjadi korban atas orang-orang yang membenci sikap "cerewetnya".

Untuk itu,  alangkah baiknya untuk kita tidak menjadi terlalu cerewet di negara yang Maha mendengar ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Coretan Cerita di Laut

🌻