Resensi Film
Judul : Sang Penari
Tahun Rilis : 2011
Sutradara : Ifa Isfansyah
Durasi :111 Menit
Film Sang Penari merupakan salah satu film yang diadabrasikan dari Novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk tahun 1982 yang merupakan karya dari Ahmad Tohari. Film ini mendapatkan pujian dari kritikus dikarenakan menghadirkan kejadian-kejadian yang menjadi sejarah kelam Indonesia dengan cara tidak menyalah salah satu pihak.
Film ini menceritakan tentang sebuah desa yang bernama Dukuh Paruk. Pada awal cerita diperlihatkan . bagaimana seorang tentara yang masuk ke dalam sebuah rumah dengann tujuan mencari seseorang Namun, yang di cari tidak ada dalam rumah tersebut.
Pada cerita selanjutnya di perlihatkan seorang penari yang sedang melakukan sebuah pertujukan di desa Dukuh Paruk dengan menggunakan pakaian khas penari. Penari tersebut disebut sebagai Ronggeng atau tarian Ronggeng. Kita sudah tidak asing lagi dengan yang namanya Ronggeng.
Pada zaman dulu ronggeng merupakan sebuah tarian yang mana penarinya harus memiliki sebuah wajah yang cantik, bisa menari, menyanyi dan tidak lupa harus mempunyai sebuah keris. Yang mana keris itu menjadi sebuah syarat yang harus dimiliki oleh seorang penari ronggeng. Mungkin keris itu adalah sebuah benda kuno yang sejak dulu menjadi syarat untuk menjadi penari ronggeng.
Pada beberapa scene kalian akan melihat sebuah tempat yang disembah oleh warga disana. Yang disembah tersebut adalah sebuah makam leluhur yang dipercaya oleh warga sebagai orang yang patut untuk disembah. Sehingga pada saat tempat makam tersebut dihancurkan atau hancur akibat warga yang ingin memberontak kepada pemerintah, keesokan harinya makan tersebut di perbaiki dengan kepercayaan akan membawa kehidupan yang lebih baik.
Latar waktu pada film ini adalah pada saat PKI sedang mengadakan perekrutan anggota yang mana pada beberapa scene diketahui bahwa partai dengan bendera merah tersebut mengambil hati para warga dukuh Paruk dengan cara menjadikan tanah yang pada masa itu masih banyak dipegang oleh tuan tanah dan warga hanya sebagai babu dengan diberikan beberapa upah setiap harinya.
Jika dilihat dari film tersebut, kita bisa sedikit tahu bahwa partai yang identik dengan bendera tersebut ingin membuat rakyat kecil bisa mendapatkan haknya yaitu sebuah tanah untuk dijadikan sebagai lahan panen. Tentu saja hal itu adalah salah satu kebaikan yang dipikirkan oleh partai tesebut untuk menggaet anggotanya.
Kepemilikan tanah memang sejak dulu sudah menjadi sebuah masalah yang dihadapi oleh Indonesia menurut buku Reforma Agraria. mulai dari sebelum kemerdekaan sampai sesudah proklamasi 1945 sehingga mungkin partai tersebut menjadikan tanah sebagai ajang untuk perekrutan para anggotanya. Jika dilihat dari sisi positif, keberadaan partai PKI baik untuk kebaikan rakyat-rakyat kecil di Indonesia.
Pemerintah Indonesia tentu saja tidak bisa tidak disalahkan karena bagaimana pun seharusnya masalah tanah yang sudah menjadi momok Negara sejak awal kemerdekaan seharusnya ditindak lanjuti sehingga partai seperti PKI tidak memiliki peluang untuk melakukan hal yang sama untuk kedepannya. Tetapi jika dilihat dari sejarah, pemerintah Indonesia yang pada saat itu baru saja mengalami yang namanya kemerdekaan tentu saja mambutuhkan waktu untuk menyesuaikan kebutuhan seluruh rakyatnya yang sudah dikatakan sangat banyak itu.
Selain itu kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah adalah tidak melakukan perbaikan pendidikan di daerah terpencil sehingga masyarakat terpencil tidak tahu baca tulis. Hal itu juga yang dimanfaatkan oleh partai PKI untuk merekrut anggota.
Yang paling mengiris hati di film ini adalah pada saat scene terakhir yang mana pada saat para tentara bertanya kepada para tawanan tentang partai tersebut mereka mengatakan tidak tahu dikarenakan mereka hanya mengetahui bahwa Bakar adalah orang yang ingin membantu mereka mendapatkan tanah sebagai lahan panen. Kemudian para tawanan mengatakan “Kami tidak tahu membaca”sangat jelas bahwa mereka mengikuti keanggotaan PKI dikarenakan tidak tahu tentang apa yang sedang mereka perbuat.
Hal itu diperkuat dimana pada saat Bakar menulis nama-nama warga Dukuh Paruk, Penarinya yang bernama Slinting bertanya apa yang tertulis dalam kertas tersebut dan Bakar menjawab bahwa itu hanya sebuah kartu yang digunakan untuk bisa mendapatkan jatah makan saat melakukan pertunjukann. Tentu saja para warga percaya dengan polosnya jawaban dari Bakar tersebut yang ternyata nama-nama yang ditulis dalam buku tersebut adalah anggota yang masuk dalam partai PKI.
Perekrutan seperti itu tentu saja sangat tidak adil untuk para rakyat kecil yang tidak tahu membaca apalagi partai politik. Mungkin itu sebabnya banyak warga atau masyarakat Indonesia yang terseret dalam perekrutan keanggotaan PKI dikarenakan mereka tidak tahu mengenai partai tersebut dan hanya mengikuti orang yang dianggap oleh mereka adalah orang pintar.
Pada peristiwa seperti ini tentu saja kita tidak bisa mengatakan bahwa pemerintah atau partai PKI yang salah dikarenakan apa yang dilakukan keduanya memiliki dampak positif dan negatif yang ditimbulkan. Mungkin jika pemerintah dengan cepat melakukan tindakan untuk masalah tanah di daerah terpencil, maka partai PKI tidak akan melakukan hal itu. dan jika PKI tidak melakukan pembunuhan terhadap 9 orang penting Negara tidak aka nada yang namanya pembantain pada anggotanya.
seharusnya masalah tanah yang sudah menjadi momok Negara sejak awal kemerdekaan seharusnya ditindak lanjuti sehingga partai seperti PKI tidak memiliki peluang untuk melakukan hal yang sama untuk kedepannya. Tetapi jika dilihat dari sejarah, pemerintah Indonesia yang pada saat itu baru saja mengalami yang namanya kemerdekaan tentu saja mambutuhkan waktu untuk menyesuaikan kebutuhan seluruh rakyatnya yang sudah dikatakan sangat banyak itu.

Komentar
Posting Komentar