Resensi Buku

Judul              : Rumah Kaca

Penulis            : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit          :Lentera Dipantara

Halaman         : 646

ISBN               :979-97312-6-7

            Buku rumah kaca merupakan buku keempat atau buku terakhir dari tetralogi pulau buru yang ditulis Pramoedya Ananta Toer. Jika kita lihat atau kita baca buku pertama, kedua dan ketiga, kita bisa mengetahui bahwa buku keempat ini merupakan kesimpulan luar biasa dari buku ketiganya. Buku yang berjudul Rumah Kaca ini merupakan buku yang mengandung banyak sekali perhatian pada pemerintahan Kolonial Belanda saat itu. Bisa di bilang, buku Rumah Kacaini merupakan buku yang berlawanan dengan buku yang pertama, kedua dan ketiga karena pada bku ini, minkey bukan merupakan tokoh utama, tetapi tokoh utamannya adalah Paremanann dua n. pada bku ini juga dijelaskan bagaimana konflik batin dan pikiran dari paremanann yang sering kalai menjadi peristiwa yang bikin tersulut emosi.

            Pada buku yang berjudul Rumah Kaca ini, jika kita membaca buku ini, kita bisa tahu bahwa paa buku ini, sebagaian besar bacaannya bukan merupakan dialog tetapi sebuah pemaparan dari suatu sejarah. dan dialog yang dilakukan pun banyak mengundang atau banyak menguras pemikiran kita karena kata- kata dalam kalimatnya merupakan kata yang sangat tinggi. Terlepas dari rumitnya setap kata atau kalimat dalam novel tersebut, kita bisa mengetahui banyak hal mengenai pemerintahan kolonial belanda. Kita juga akan mengatahui bagaimana seseorang yang mengalami konflik dengan pemikiran dan hati nuraninya yang terkadang membuat kita kasiahan dan juga marah pada satu waktu. Sebelum mengenal atau mengetahui mengenai isinya, saya tertarik pada Judulnya yaitu “Rumah Kaca”, mengapa harus Rumah Kaca? Setelah membaca beberapa referensi, saya bisa ketahui bahwa nama “Rumah Kaca” di jadikan judul karena menggambarkan Pemerintah Kolonial Belanda yang menyuruh Paremanann dua N untuk menyelidiki atau menjadi mata- mata pada organisasi- organisasi pribumi seperti Serikat dagang islam dan lain-lain. mata- mata yang dilakukan pun bukan hanya lewat indra tetapi juga arsip- arsip yang dijadikan sebagai informasi yang sangat menguntungkan bagi Kolonial Belanda dengan menggunakan Paremanann dua N sebagai Pelaku didalamnya.

            Dalam buku ini, juga dijelaskan atau digambarkan bagaimana pemerintah kolonial belanda memundurkan organisasi dari Minke degan menggunakan Pribumi yaitu Paremanann dua N. dengan begitu kita bisa melihat bagaimana seseorang yang mengganggu atau tidak menyetujui atau tidak sependapat dengan aturan atau hukum pemerintah akan dijadikan objek pengamatan dari pemerintah, mungkin bukan hanya objek pengamatan tetapi juga sebagai sasaran yang wajib di tumpaskan. Jurnalistik menjadi senjata yang ampuh dalam meluapkan segama emosi terhadap pemerintah, sehingga jika tulisan tersebut terus tidak ditindak lanjuti, maka akan membuat rakyat tersulut dan menjadi membangkan terhadap pemerintah. Dan setelah itu mungkin pemerintah yang berkuasa akan dipaksa turuan dari tahta yang dikuasainya. Tulisan menjadi suatu ancaman dari pemerintah, bukan hanya tulisan tetapi juga media- media yang digunakan untuk menghasut rakyat akan menjadi senjata yang paling menakutkan bagi pemerintahan. Seperti halnya tulisan minke yang membuat para rakyat tidak mempercayai pemerintahan kolonial belanda lagi.

            Kita juga bisa mengetahui bahwa, orang yang buta atau nafsu dengan kekuasaan akan melakukan segala cara agar kekuasaan yang digenggamnya tidak jatuh kepada orang lain. harga dirinya juga sangat dijaga karena menganggap bahwa turunnya sebuah kekuasaan akan menjadikan dirinya malu dengan semua orang. Bahkan bisa jadi teman terdekatnya pun dianggap sebagai suatu penghalang bagi dirinya. Kita juga bisa mengambil kesimpulan bahwa orang yang berkuasa cenderung tidak ingin kekuasaannya tidak terambil dari dirinya.

            Banyak sekali deskriminasi yang terdapat pada buku ini menjadi gambaran dari kenyataannya sekarang. Deskriminasi antara pada pribumi rendahan sangat menggambarkan kondisi saat in. dimana kita yang tidak mempunyai cukup uang akan tersisihkan dengan orang yang mempunyai banyak uang maupun kekuasaaan. Terlepas dari itu, pendidikan yang diemban oleh kita orang yang tidak mampu sangat berbeda dengan pendidikan yang diterima oleh kalangan atas, baik itu fasilitas maupun sebuah pengakuan. Selain dalam bidang pendidikan, hak bicara atau ekspresi kita sebagai orang yang tidak mampu atau tergolong rendah sangat tidak seluasa dengan hak bicara atau hak berekspresi yag dimiliki oleh orang kalangan atas. Kita sebagai golongan rendah sangat sering ditekan oleh hukum, sedangkan mereka yang golongan tinggi jarang sekali di tekan oleh hukum. Mungkin karena hukum atau aturan bisa dilanggar jika di perlihatkan uang. Sayang sekali padahal Negara kita Negara hukum tetapi hukum saja masih lemah dihadapan uang. Profesi- profesi seperti dokterpun bisa disogok dengan uang ataupun takut dengan pemerintah, padahal jika seorang dokter tidak membedakan pasien yang dikehendaki oleh pemerintah atau pasien yang tidak dikehandaki oleh pemerintah juga harus ditangani.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Coretan Cerita di Laut

🌻